Senin, 17 Desember 2012

Entrepreneurship di Indonesia



Tulisan ini terinspirasi setelah saya mengikuti National Educators Conference 2012- Reshaping Entrepreunership Education In Indonesia 11-12 Desember 2012
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat jumlah penduduk yang berwirausaha saat ini baru mencapai angka 0,18 persen dari jumlah 2,38 juta penduduk Indonesia. Idealnya, agar Indonesia bisa berdaya saing tinggi dibutuhkan paling sedikit 2 persen dari 238 juta orang penduduk Indonesia atau sekitar 4,76 juta orang wirausaha baru dengan beragam profresi dan keahlian
(http://economy.okezone.com/read/2012/10/13/320/703503/idealnya-jumlah-wirausaha-di-indonesia-4-76-jt-orang)

Permasalahannya sekarang adalah bagaimana mengajak anak anak muda usia produktif untuk menjadi seorang entrepreneur handal.
Paradigma yang ada, anak anak muda sekarang tidak suka tantangan, suka bekerja kantoran, sukaaa jadi pegawai pemerintah atau PNS, sukaaaa melamar pekerjaan dan pada akhirnya terlibat dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan passionnya.
Karakter pengusaha yang dibutuhkan adalah pengusaha yang mampu dan mau bekerja keras, kreatif, inovatif, tough, jujur, berani gagal, dan mampu mengatasi kegagalannya dengan baik.

Semua karakter ini tidak dapat dibentuk begitu saja, memerlukan proses yang cukup panjang, dan tidak bisa juga hmm tidak dapat dengan mudah diajarkan di sekolah, you know lah… menurut pandangan saya karakter entrepreneur adalah karakter yang harus dimiliki setiap manusia yang ingin berhasil dalam hidupnya. Orang orang berhasil yang saya kenal, semuanya adalah orang orang yang baik hati, tulus, pekerja keras, jujur, dan berani, namun sekaligus “semeleh”, maksudnya mereka orang orang yang punya ambisi besar, mimpi besar tapi tidak ngawur, tidak menghalalkan segala cara untuk mencapainya.

Satu kunci pendidikan karakter adalah KETELADANAN bagaimana anak anak melihat orang dewasa di sekitarnya menyelesaikan setiap permasalahan yang mereka hadapi, bagaimana anak anak melihat orang dewasa di sekitarnya bertingkah laku, that’s why orang dewasa yang ada di sekitar anak itu seharusnya juga ikut mempersiapkan dirinya dan belajar sebelum mendidik  dan membiasakan karakter karakter yang diharapkan tertanam pada diri anak anak tersebut.

Kembali ke masalah entrepreneurship, saat anak anak di kelas saya tanya apa yang akan mereka lakukan setelah mereka lulus, jawaban mereka adalah TIDAK TAHU. Pertanyaan saya tajamkan lagi, siapa yang akan kuliah, 3 orang menjawab InsyaAllah, sisanya masih sama TIDAK TAHU.  Ketika saya tanya apa kesukaan mereka jawaban mereka baru beragam, jalan jalan, makan, tidur, membaca, menggambar, kongkow, shopping, dan masih banyak lagi.

Untuk diketahui, sebagian besar murid murid saya memiliki latar belakang ekonomi menengah kebawah, dan yang saya lihat selama 9 tahun saya mengajar, sebagian besar dari mereka setelah lulus, bekerja di pabrik pabrik di sekitar rumah mereka.

Ketika saya tawarkan kenapa kalian tidak membuka usaha sendiri alias menjadi pengusaha, alasan mereka adalah terutama tidak ada modal, ini alasan paling gampang diungkapkan daripada alasan takut gagal atau rugi.

Beberapa waktu lalu saya membuat semacam pembelajaran My Money Trip, yaitu semacam pengelolaan keuangan sederhana yang saya ajarkan ke murid murid saya yang pada akhirnya membuat mereka memiliki tabungan untuk modal usaha setelah mereka lulus sekolah.

Setelah nanti uang terkumpul, terus usaha apa bu?... mulailah dari apa yang kalian sukai!! Sukanya makan, bikin rumah makan, suka jalan jalan bikin tour travel, suka shopping bikin toko, suka membaca bikin tulisan dan dibukukan tidak bisa diterbitkan orang lain terbitkan sendiri, suka menggambar bikin komik atau belajar lagi graphic design, suka kongkow bikin event organizer dan masih banyak lagi hal yang sangat mungkin mereka lakukan sesuai passion mereka, karena bekerja sesuai passion akan membuat mereka menjadi seseorang yang mampu bekerja keras, memiliki kekuatan diri jauh dari apa yang mereka bayangkan sebelumnya, percaya diri, menyadari potensi yang mereka miliki.
Untuk awalannya mereka bisa bekerja terlebih dahulu di rumah makan, kalau mereka ingin buka rumah makan nantinya, atau bekerja di tour travel, kalau mereka ingin buka usaha tour travel dari sana mereka bisa belajar dan menyerap semua dinamika usaha yang akan mereka geluti kelak.

Nah semua siap, sekarang bagaimana peran lingkungan yang mendukung, maksud saya bukan lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar, IYA pertama pasti berat dari dua komponen tersebut namun ada lagi yang mesti mendukung semangat mereka ini, yaitu aturan pemerintah dan lembaga keuangan.


Saya pengagum Muhammad Yunus pendiri Grameen Bank di Bangladesh, Banknya orang miskin, saya kagum dengan cara Yunus mengentaskan kemiskinan di Bangladesh selama kurang lebih 33 tahun, membebaskan mereka dari tengkulak dan memberdayakan mereka.

Adalah Amartha Microfinance dari mas Taufik (masih muda, anak muda yang awesome) system yang dilakukannya mirip dengan Yunus di Bangladesh.  Kemudian BAIK di Bogor Koperasi Baytul Ikhtiar yang pada intinya membuat orang orang miskin di desa pinggiran dapat diberdayakan, menjadi orang orang yang memiliki kepercayaan diri, belajar berorganisasi, mendorong belajar bergaul dan punya pergaulan social di samping membuat nasabah mempunyai kemampuan mengakumulasi uangnya dan melek finansial. (Majalah Sharing Edidi 69 Th VI, September 2012)

Perkembangan microfinansial di Indonesia mulai terlihat geliatnya, namun saya merasa masih ada gap, microfinansial mengentaskan kemiskinan dan memberdayakan masyarakat kecil, kemudian lembaga keuangan komersial untuk perusahaan perusahaan yang sudah mapan.

Bagaimana dengan usaha yang baru berdiri

Bagaimana jika di usaha pertamanya mereka gagal, padahal sebagian modal dengan memperoleh pinjaman dari bank

Atau bagaimana dengan pengusaha yang pernah gagal dalam usahanya dan masih bermasalahan dengan keuangannya

Ada hal yang ingin saya tekankan dalam mendukung perkembangan entrepreneur di Indonesia. Para wirausaha muda atau anak anak muda yang akan memulai usaha di support 100%, artinya  ada kebijakan yang mempermudah mereka memiliki modal. Syarat utama adalah character uji saja mereka dulu dengan berbagai indicator yang nantinya menyatakan bahwa mereka memiliki karakter entrepreuner sejati, kedua dukungan penuh mengenai pendampingan, konsultasi financial juga usaha dan memberikan alternative solusi yang tidak memberatkan. Kalau perlu para pengusaha ini baru dibebankan pembiayaan cicilan bank setelah 3 bulan – 12 bulan usahanya mulai, sambil terus dilakukan pendampingan hingga mereka mandiri dan juga mencegah hal hal yang tidak diinginkan.

Yang terjadi di sekitar saya, keungan mikro seperti pnpm mandiri, memberikan kredit jangka pendek hanya 5 bulan, dengan bunga 10%, malah membebankan masyarakat, kredit tersebut juga tidak digunakan untuk keperluan produktif, karena tidak ada pendampingan dan pertemuan mingguan seperti yang dilakukan oleh usaha usaha pendanaan mikro. Demikian juga pada usaha kecil menengah, saat gagal atau rugi atau terkena musibah (penipuan misalnya), bank tidak mau tahu dengan kesulitan yang dihadapi, yang penting setiap bulan cicilan pokok + bunga dipenuhi. Tidak ada pendampingan dan tidak ada solusi yang berarti dan menenangkan bagi para pengusaha tersebut untuk bangkit kembali.

Untuk diketahui peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia menurut World Bank Doing Bussines 2013  masih dikisaran angka 128 setingkat lebih bawah daripada Ehiopia peringkat 127. Posisi nomor satu adalah Singapura, Malaysia 12, Thailand 18. Peringkat kemudahan bisnis ini tidak hanya mengenai kemudahan pendanaan, tapi mencakup juga segala aspek seperti Listrik, kemudahan mengelola usaha, kondisi politik, dan situasi ekonomi makro.

ehm korupsi rangking 1, sistem pendidikan ranking bawah, demikian juga kemudahan berbisnis..
Face the truth, segera perbaiki, mulai dari diri sendiri, selalu masih ada HARAPAN dan Mentari yang bersinar
ah come on BANGKITLAH INDONESIAKU…. SEMANGAAAATTT!!..(^.^)/..


Ada puisi Indah karya WS Rendra, yang dibacakan oleh Prof. Paulina Pannen di saat pembukaan konferensi ini, puisi yang indah yang layak untuk direnungkan, untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik... :)

Sajak Seonggok Jagung
WS Rendra

Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda yang kurang sekolahan.
Memandang jagung itu,
sang pemuda melihat ladang; ia melihat petani; ia melihat panen;
dan suatu hari subuh,
para wanita dengan gendongan pergi ke pasar ………
Dan ia juga melihat suatu pagi hari di dekat sumur gadis-gadis bercanda
sambil menumbuk jagung menjadi maisena.
Sedang di dalam dapur tungku-tungku menyala.
Di dalam udara murni tercium kuwe jagung
Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda.
Ia siap menggarap jagung
Ia melihat kemungkinan
otak dan tangan siap bekerja
Tetapi ini :
Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda tamat SLA
Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.
Ia memandang jagung itu dan ia melihat dirinya terlunta-lunta .
Ia melihat dirinya ditendang dari diskotik.
Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalase.
Ia melihat saingannya naik sepeda motor.
Ia melihat nomor-nomor lotre.
Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal.
Seonggok jagung di kamar tidak menyangkut pada akal,
tidak akan menolongnya.
Seonggok jagung di kamar tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku, dan tidak dari kehidupan.
Yang tidak terlatih dalam metode, dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
yang hanya terlatih sebagai pemakai, tetapi kurang latihan bebas berkarya.
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.
Aku bertanya :
Apakah gunanya pendidikan bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja,
bila pada akhirnya, ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”

Tim, 12 Juli 1975
Potret Pembangunan dalam Puisi

2 komentar:

  1. aku suka ga pede ngasih motivasi kewirausahaan ke siswa, mba. lha gurunya juga bukan enterpreneur ^_^;

    BalasHapus
    Balasan
    1. Irma, yang dishare ke anak anak, bentukan karakter entrepreneurnya, terutama, kreatif inovatif, pekerja keras, jujur, berani salah, berani gagal, dan bagaimana dia bisa menghadapi kegagalannya... etc

      hal hal yang sulit diajarkan di sekolah ya...hehehe *peace

      Hapus

Menjadi Instruktur

Pengalaman berikutnya sejak pandemi tepatnya mulai 13 Oktober 2020, saya diajak mas Aye - menjadi instruktur pengajar praktik guru penggerak...