Senin, 23 Mei 2011

[KLIPING] ALL ABOUT UJIAN NASIONAL

Tidak Harus UN - Bagian 1

by 최이네스 on Thursday, May 19, 2011 at 8:29pm - Ines Setiawan -
Tahukah kita bahwa TIDAK semua profesi yang bonafid dan mapan membutuhkan rapor sekolah atau ijazah kelulusan UN? Ambil profesi sebagai guru Bahasa Inggris di English First (EF) sebagai contoh. Orang Indonesia yang diterima sebagai guru bukan mereka yg memiliki rapor atau  ijazah kelulusan UN tetapi mereka yang kemampuan 'speaking'nya baik dan memiliki sertifikat Teaching Knowledge Test Module 1-2-3 dari University of Cambridge ESOL Examination dengan minimum pencapaian band 3 untuk masing-masing modul. http://www.cambridgeesol.org/exams/teaching-awards/tkt.html
Bahkan, orang Indonesia yang memiliki sertifikat CELTA, juga dari University of Cambridge ESOL examinations, diperlakukan sama dengan 'native speaker' dan berhak mendapatkan penghargaan finansial yang sama dengan native speaker (sekitar Rp. 125.000 per jam). http://www.cambridgeesol.org/exams/teaching-awards/celta.html
Semua ujian dari University of Cambridge ESOL examinations ini bisa diambil di Indonesia (on demand) TANPA persyaratan rapor/ijazah jenjang pendidikan sebelumnya. Berbeda dengan Cambridge International Examinations yang menyediakan ujian kualifikasi, Cambridge ESOL lebih banyak menyediakan ujian sertifikasi profesi.  http://www.cambridgeesol.org/index.php
Di Indonesia, berbagai ujian dari University of Cambridge ESOL ini bisa diambil di berbagai tempat. Salah satunya di:
http://www.planetedupro.org/  (I love the staff)
Jadi, tidak UN tidak mati! ;)

Cerita anak-anak dibalik UN mereka

by Lea Kesuma on Tuesday, April 27, 2010 at 7:56am
Terimakasih ibu, kami lulus, terimakasih dibangunin tahajud setiap malam, terimakasih doanya, terimakasih semangatnya setiap pagi
Kalimat-kalimat tersebut yang terucap dari mulut mereka setelah mereka menerima amplop kelulusan mereka



Kemudian saya Tanya mereka, bagaimana teman-teman sekelas kalian yang tidak lulus?

Jawab mereka:
“Si A, tidak mau dikasih tahu jawaban kami bu, malah lembar jawab nya di tutupin, jadi kami gak bisa lihat jawaban si A-dah gitu si A sendiri tidak mau meniru jawaban kami”, makanya si A nggak lulus
“Si B, juga sama tidak mau menerima kunci jawaban dari kami”

Terus kenapa nilai ekonomi kalian dibawah standar?
“Kunci jawaban yang didapat hanya soal A, yang soal B kita nggak dapat”
“si C (murid paling tinggi di sekolah) – nyelipin kertas jawaban di kamar mandi beda tempat dari yang dijanjikan dan juga ternyata naruhnya ketinggian sampai si D dari ruang lain nggak nyampai ngambilnya dan kebingungan”

Sorry denger cerita yang ini saya spontan tertawa geli..

Kemudian saya tanya lagi, darimana dapat kunci jawabannya?
“Ndak tahu bu, yang bawa anak kelas YY”, Tapi anak-anak kelas kita, nggak semua mau, habis takut bu, Jadi nilainya nggak maksimal, cuma hasil contek-contekan ma temen saja”

Saya pernah mendengar kata-kata dari seseorang akademisi “UN hanya untuk meningkatkan nilai kelulusan siswa, BUKAN untuk meningkatkan akhlak dan moral siswa”

Catatan-catatan lama tentang UN....

by Lea Kesuma on Tuesday, September 8, 2009 at 6:20am

Jawaban atas email seorang teman ketika menyaksikan kecurangan UN

Saya bernasib sama dengan GS, tentang skenario UN...
Finlandia seperti kita tahu adalah negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, tingkat kriminalitas terendah, tingkat korupsi terendah, tingkat kehidupan terbaik, anak-anak
terbahagia, angkatan kerja terproduktif, para remaja finlandia juga dinilai relatif sebagai remaja terpandai di dunia, terbukti dari pencapaian nilai tertinggi dalam suatu
pengujian internasional http://online.wsj.com/article/SB120425355065601997.html yang menarik adalah anak-anak ini minim sekali diberi ulangan/ujian sepanjang hidupnya dan relatif bebas dalam belajar, kalau toh ada semacam ujian nasional, tujuannya hanya mengukur tingkat keberhasilan sistem pendidikan yang ada di negara tersebut, dan hanya diambil beberapa sampel saja dan tidak menentukan lulus tidaknya seorang siswa...(sumber:milis sekolahrumah by ines setiawan)
Mengapa kita tidak belajar dari mereka ya...?

Gemas rasanya melihat keadaan kita sekarang ini, saya guru, saya juga berada di dalam sistem tersebut, saya juga mengetahui ada skenario tersebut...

Kembali ke akar permasalahan, mengapa hampir semua sekolah berbuat curang?, ingin cari muka sama atasan? cari muka ke masyarakat? terutama untuk sekolah-sekolah pilihan kedua, supaya tahun depan jumlah siswa masuk lebih banyak?
Mengapa demikian...? akarnya adalah UN, apa tujuan diadakan UN? untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Apakah kualitas pendidikan Indonesia bisa diukur dengan UN? TIDAK...TIDAK dan TIDAK, karena anak-anak kita hanya dijadikan alat kepanjangan kepentingan PEJABAT dan POLITIK?
UN hanya mengukur mereka dari segi kognitif saja, pada kenyataannya ketika mereka hidup di masyarakat mereka tidak membutuhkan hasil UN, yang diajarkan sangat abstrak dan tidak konstektual, ketika hidup di masyarakat yang dibutuhkan adalah bagaimana mereka berperilaku dan bagaimana mereka dapat memecahkan segala masalah yang mereka hadapi secara bijaksana dan lain sebagianya lebih ke AFEKTIF dan PSIKOMOTORIK.

yang saya katakan kepada siswa-siswa saya, kalau mau jadi wirausaha atau pengusaha mereka tidak akan membutuhkan ijasah SMA, so lulus atau tidak lulus IT'S NOT A BIG DEAL,(80% siswa saya tidak melanjutkan kuliah, masalah biaya dan kesempatan) yang pasti jangan berhenti belajar dan membaca, baik membaca buku dan membaca keadaan lingkungan sekitar mereka, TERUS BELAJAR DARI SEKOLAH BESAR KEHIDUPAN (andreas harefa, "sekolah saja tidak pernah cukup" dan "menjadi manusia pembelajar", 2007).

saya sependapat dengan teman-teman, pak eka, mbak tikky, pak alvin, pak fidelis dan lain-lain, yang miris dengan sistem pendidikan kita...

jadi apa Indonesia 10 - 20 tahun lagi, jika ini tidak berubah..., kayaknya nggak akan beda jauh dengan sekarang, kekerasan dimana-mana, krisis moral, tingkat korupsi tertinggi, masyarakat yang egois..., yang jujur yang tersingkir... MENGERIKAN !!

saya pribadi setuju dengan solusi yang ditawarkan pak fidelis, untuk mengasah kompetensi guru..., paradigma mendidik harus dirubah, paradigma sekarang adalah, guru adalah raja, mendidik dengan perintah, aturan dan hukuman (pendidikan kolonial)... (maaf, saya melihatnya secara makro...), guru merasa paling benar dan paling tahu, seharusnya guru dan siswa sama-sama belajar, guru hanyalah fasilitator, guru harus terus belajar, belajar dari mana saja, guru seharusnya dapat mengikuti perkembangan pendidikan sekarang, guru seharusnya dapat mengikuti perkembangan penelitian-penelitian tentang psikologi perkembangan anak dan lain sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjadi Instruktur

Pengalaman berikutnya sejak pandemi tepatnya mulai 13 Oktober 2020, saya diajak mas Aye - menjadi instruktur pengajar praktik guru penggerak...