Kamis, 21 April 2011

UN vs UU 20 2003 pasal 1...:)

Kata-kata lalu yang mengatakan bahwa UN tidak adil, UN penuh intrik dan kecurangan, UN hanya melihat kognitif siswa, soal UN tidak berkualitas karena pilihan ganda dan masih banyak lagi.
Tahun ini saya menjadi pengawas UN, saya juga pernah jadi anak SMA, jadi saya juga tahu perasaan anak-anak dan ketegangan mereka, juga trik mereka untuk curang, yang saya tidak tahu kenapa masih bocor?....

Saya tidak akan membahas kenapa bocor, dan kenapa bisa curang.

Saya ingin melihatnya dari perspektif kegagalan sistem pendidikan Indonesia melaksanakan amanah UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 yang berbunyi Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Suasana belajar?...bagi sekolah swasta dan mahal oke lah, bagi sekolah negeri saya masih menyangsikannya, karena selain sarana prasarana juga sumber daya manusia pendidik yang masih feodal, otoriter dan close minded. Banyak penelitian membuktikan bahwa kualitas guru sangat rendah, itupun baru dari segi kompetensi dasar, belum karakteristiknya, belum loyalitasnya, belum dedikasinya terhadap masa depan anak-anak bangsa yang dididiknya.
Proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya? Bagaimana bisa aktif jika ingin beropini saja tidak boleh, bagaimana bisa berkembang potensinya jika anak-anak tidak pernah diberi kesempatan untuk itu, mereka sibuk dijejali 16 mata pelajaran dan drill UN/UASBN.
Saya sedih melihat anak-anak saya tidak pernah baca harry potter, twilight saga, tetralogi laskar pelangi, atau da vinci code atau bahkan novel Agatha Christie, lima sekawan,  little house juga baca majalah atau baca Koran juga bereksplorasi di internet—tidak sempat katanya dan tidak suka.
Saya sedih melihat mereka jadi penurut dan robot, tidak berani protes dan berkata tidak untuk hal yang bertentangan dengan hati nuraninya.

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dilihat dari sisi manapun hal ini totally fail!! Memang si saya mengajar belum lama, jadi pengawas ujian juga belum lama, namun membuat mereka jujur apa adanya, membuat mereka berakhlak mulia, memiliki kekuatasn spiritual agama, cerdas masih sulit, bagaimana tidak jika YANG DIJADIKAN TELADAN TIDAK ADA!!

Hari ini saya miris melihat mereka, kita salah!! kita yang salah!!, kita yang salah!!, kenapa soal UN pilihan ganda? Kenapa mesti ada UN? Kenapa anak-anak tidak diberi kebebasan mengevaluasi dirinya sesuai potensinya? Kenapa anak-anak tidak diberi kebebasan untuk beropini?? Dijamin tidak ada satu aspek pun yang terlibat dengan kelulusan mereka yang akan berbuat curang!! Karena pasti mereka menyukainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjadi Instruktur

Pengalaman berikutnya sejak pandemi tepatnya mulai 13 Oktober 2020, saya diajak mas Aye - menjadi instruktur pengajar praktik guru penggerak...